Petani kopi arabika Bandung memiliki cerita tersendiri. Sebagai petani kopi yang sudah kawakan dengan masa kerja puluhan tahun, tak berkorelasi langsung dengan kesejahteraan.
Terbukanya kerjasama pengelolaan hutan milik perhutani disekitar gunung Bandung memberikan harapan baru bagi petani, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki lahan yang cukup untuk budidaya kopi.
Kebijakan tumpang sari pinus dan kopi pegunungan Bandung, membuka lembaran baru dan atusiasme warga yang berminat menggarapnya.
Dengan sistem tumpang sari, petani berkewajiban sharing hasil kopi dengan besaran yang variatif kepada perhutani. Satu sisi petani dapat manfaat dari budidaya kopi, disisi lain perhutani lahannya dapat dioptimalkan, setidaknya mendapat pupuk gratis dari petani saat memupuk kopi, sekaligus memupuk pinus perhutani.
Belum Melek Finansial
Untuk pembelian pupuk kandang, baik dari pupuk kotoran domba dan maupun ayam, seringkali petani keteteran. Hal ini terjadi karena tidak semua petani melek finansial, sehingga saat panen mereka tidak mengalokasikan anggaran untuk pemupukan.
Seringkali sikap komsumtif dengan membeli barang dari hasil uang panen, sering kali mengakibatkan petani terjebak pada pinjaman rentenir dan tengkulak. Kemampuan menabung yang rendah dan sikap konsumtif menjadikan petani terjerat dalam lingkaran tengkulak dan rentenir.
Peran Tengkulak
Tengkulak masih berperan sangat besar, karena saat kopi butuh pupuk dan petani sedang butuh untuk pernikahan dan kebutuhan lainnya, sering kali petani tidak pegang uang cash.
Pada kondisi ketiadaan uang inilah tengkulak masuk dengan memberikan pinjaman berbunga 2 persen. Sebagai jaminan pinjaman, seringkali petani menggadaikan surat rumah atau tanah kepada tengkulak.
Dengan terikanya petani terhadap tengkulak, maka petani wajib mengirimkan hasil panennya berupa kopi cherry kepada tengkulak yang memberikan pinjaman. Jika ada barang yang bocor atau dijual kepada selain tengkulak, maka petani akan kena black list oleh tengkulak dengan sangsi tidak akan dipinjami untuk musim mendatang.
Jalan Keluar
Tingginya permintaan biji kopi, tak menjamin petani kopi bisa hidup sejahtera. Terjebak rentenir dan tengkulak, membuat petani sulit mengembangkan usahanya.
Setidaknya, ada beberapa solusi mendasar agar petani kopi bisa sejahtera, diantaranya :
1. Melek Finansial
Ini adalah keterampilan dasar yang harus dimiliki petani, agar lebih hati-hati dalam mengelola keuangannya. Manajemen cash, menghindari hutang dan sikap konsumtif akan meningkatkan kesejahteraan petani. Tanpa keterampilan ini, rasanya sulit petani bisa mandiri.
2. Nilai Tambah
Selama ini petani menjual produknya dalam bentuk biji segar (cherry coffee). Seandainya petani belajar memproses kopi dari buah segar sampai green bean, maka memberikan nilai tambah bagi petani dengan keuntungan yang lebih besar.
3. Akses Pasar
Penting dalam kondisi sekarang petani bisa akses pasar. Dengan akses pasar yang luas, petani dapat harga yang lebih baik. Ketergantungan kepada tengkulak, mengakibatkan petani hanya mendapatkan referensi harga dari satu sumber tanpa memiliki daya tawar lebih dalam menentukan harga.
Jika petani kopi, dapat melakukan perbaikan dalam tiga hal diatas, sangat yakin, tingkat kesejahteraan petani perlahan akan meningkat sesuai dengan kapasitas ilmunya.
Kopi Luhur
www.kopiluhur.com
Kopi Arabika Bandung